Bandar Lampung – Seorang laki-laki mantan guru honorer di salah satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kota Bandar Lampung, inisial NA (28), ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap enam murid laki-lakinya yang masih di bawah umur. Kasus itu berhasil diungkap oleh Polresta Bandar Lampung setelah melalui penyelidikan mendalam.
Berawal dari Satu Laporan, Lima Korban Lain Turut Bersuara
Kapolresta Bandar Lampung, Kombes Pol Alfret Jacob Tilukay, menjelaskan bahwa penyelidikan kasus itu memakan waktu.
“Laporan polisi pertama dibuat pada 19 November 2024,” ungkapnya dalam konferensi pers, Sabtu (21/6/2025). Pelaku baru berhasil diamankan tahun ini.
Awalnya, hanya satu korban pelajar berusia 16 tahun yang berani melapor. Namun, dari hasil pendalaman penyidikan, terungkap fakta mengejutkan.
“Ada lima korban pelajar lainnya yang juga mengalami pencabulan serupa dan sudah kami mintai keterangan,” tambah Kombes Alfret, menunjukkan keberanian para korban lain untuk bersuara setelah adanya laporan pertama.
Pelaku melancarkan aksinya dengan modus yang terencana. Kejadian pertama terungkap pada 8 Maret 2024. Saat itu, pelaku mengundang korban ke rumahnya di Enggal, Bandar Lampung. Di sana, NA (28) memutar video porno, lalu meminta korban membuka celana dengan alasan ingin
membandingkan organ intim korban dengan yang ada di video.
“Korban disuruh onani, dengan alasan ingin mencocokkan kekentalan sperma. Jika korban kesulitan, “pelaku diminta untuk tiduran dan pelaku memegang kemaluan korban hingga korban mengeluarkan sperma.” jelas Kombes Alfret.
Pada kejadian kedua, 10 Oktober 2024, modus pelaku semakin berani. Ia kembali mengundang korban, lalu mencium bibir korban, menyuruhnya melakukan oral seks, dan pelaku juga melakukan tindakan serupa kepada korban.
Polisi memastikan keenam korban merupakan siswa NA (28) saat ia masih aktif mengajar sebagai guru honorer.
Meskipun hanya satu laporan resmi, kesaksian dari lima korban lainnya menjadi bukti kuat.
Atas perbuatannya, NA (28) dijerat Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal lima belas tahun menanti pelaku.
Pihak kepolisian berharap ada penanganan berkelanjutan untuk pemulihan kondisi psikologis dan rehabilitasi para korban.
Menanggapi pernyataan Kapolresta bandar Lampung, Muhammad Gufron Wakil Koordinator Nasional tim reaksi cepat perlindungan perempuan dan anak WAKORNAS TRCPPA) Lampung memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Polresta Bandar lampung bersama jajaran reskrim khususnya Unit PPA yang telah berhasil mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan sangat baik.Unit PPA Polresta Bandar lampung ini beberapa waktu yang lalu pernah mendapatkan penghargaan dari TRCPPA Indonesia sebagai Unit PPA yang sangat mengedepankan kepentingan terbaik bagi Anak maka keberhasilan mengungkap kasus dugaan kekerasan seksual siswa Madrasah yang dilakukan oleh oknum guru ini semakin menggambarkan prestasi dan presisi Unit PPA Polresta Bandar lampung yg luar biasa.
. Gufron menyatakan dengan tegas mengutuk keras perilaku oknum guru dan memberi arahan melalui Kordinator wilayah TRCPPA Lampung Wahyu Widiyatmiko SH. MH untuk mengawal kasus dugaan pelecehan seksual berupa sodomi terhadap anak di bawah umur ini.
Kita semua bersama TRCPPA Lampung akan terus mengawal proses hukum, memastikan pendampingan psikososial, dan perlindungan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Negara harus hadir bersama korban, “Kita tidak boleh mengabaikan hak atas rasa aman, perlindungan, dan keadilan bagi anak korban yang harus benar-benar dipenuhi. Negara harus berpihak secara tegas kepada korban, kata Gufron, lewat keterangan tertulis, Kamis (26/6).
Gufron mengatakan dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban, dibeberapa polres masih terjadi ketidaksesuaian dalam penyampaian informasi yang diperlukan korban dan keluarganya Sebab, pemahaman dan implementasi UU Perlindungan Anak belum merata di kalangan aparat penegak hukum maupun petugas layanan perlindungan anak dan masyarakat di daerah.
Kami mencermati adanya kesenjangan pemahaman di tingkat penerima aduan, baik di kepolisian maupun Dinas PPPA dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Pemahaman yang belum merata ini memang kerap menimbulkan miskomunikasi, mispersepsi, dan penanganan yang acap kali belum berpihak pada kepentingan terbaik anak, baik korban,, maupun saksi yang mempunyai hak untuk mendapatkan penanganan dan perlindungan. ujar Gufron.
Ia juga menegaskan komitmen negara untuk berpihak pada anak korban kekerasan seksual, tidak ada toleransi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap Anak, lakukan percepatan pidana, ancam dengan pasal berlapis dan diberi hukuman maksimal karena pelaku adalah sebagai pendidik yang harusnya memberikan suri tauladan malah muncul sebagai predator seksual yang menghancurkan masa depan anak anak.
Semua anak berhak atas perlindungan dan semua proses hukum harus berkeadilan dan selalu mengedepankan Kepentingan terbaik bagi anak, terutama anak korban harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah kebijakan dan penanganan kasus,” ungkapnya
Lalu, Gufron juga mendorong masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat atau mengetahui kasus kekerasan berani lapor ke TRCPPA INDONESIA KORWIL Lampung dan lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat. Seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Polisi untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline KORWIL Lampung TRCPPA INDONESIA di 0813-6945-4245 &
085847574729