Sen. Agu 11th, 2025

DI DUGA SMAN 1 Tanjung Bintang Melawan Titah Gubernur, Menarik Iuran Komite, Menyimpangkan Dana BOS Tahun Anggaran 2023-2024

Lampung Selatan jejakkriminalnews.com,-Di tengah larangan tegas yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Lampung agar sekolah negeri tidak lagi memungut dana komite dari orang tua siswa, SMAN 1 Tanjung Bintang justru melawan arus. Sekolah ini menarik iuran sebesar Rp1.245.000 per siswa, dengan dalih pembiayaan berbagai kebutuhan kesiswaan dan administrasi, mulai dari lomba pensi, kartu pelajar, sampul rapor dan ijazah, hingga kegiatan pengembangan sekolah dan kurikulum.

Padahal, Gubernur Lampung telah menegaskan bahwa, Seluruh satuan pendidikan di Lampung tidak lagi diperbolehkan memungut uang komite dari orang tua siswa. Operasional dan pengelolaan sekolah akan dibiayai melalui dana BOS dan APBD. Sekolah juga dilarang mengumpulkan orang tua untuk kemudian menetapkan besaran sumbangan atau pungutan.

Pernyataan tersebut menjadi garis batas yang seharusnya tidak bisa ditawar oleh sekolah manapun di bawah kewenangan Pemprov Lampung. Namun tampaknya, peringatan ini tak cukup menggugah kesadaran pihak SMAN 1 Tanjung Bintang.

Saat dikonfirmasi oleh tim Kojak (Koalisi Jurnalis Aktivis Provinsi Lampung) yang menaungi beberapa Media, Eko selaku Humas sekolah membenarkan adanya iuran tersebut. Ia berdalih bahwa keputusan itu diambil setelah melakukan rembuk bersama komite sekolah. Anehnya, ia juga menyampaikan bahwa penarikan itu dilakukan karena muncul keluhan dari anak, yang khawatir ekskul tidak berjalan.

Pernyataan ini justru menambah daftar kontradiksi. Terlebih, menurut Eko, dana yang telah ditarik kini dalam proses pengembalian kepada orang tua siswa.

Data penggunaan dana BOS di SMAN 1 Tanjung Bintang menunjukkan bahwa sekolah ini bukanlah sekolah yang kekurangan anggaran. Selama tahun 2023–2024, dana BOS yang digelontorkan untuk berbagai kebutuhan sekolah mencapai lebih dari Rp1,5 miliar.

Rincian Penggunaan Dana BOS:
Sarana dan Prasarana 2024 Termin 1: Rp151.641.175, 2024 Termin 2: Rp190.095.400, 2023 Termin 1: Rp119.773.645, 2023 Termin 2: Rp131.634.360

Langganan Daya dan Jasa 2024 Termin 1: Rp47.848.600, 2024 Termin 2: Rp52.354.500, 2023 Termin 1: Rp37.135.200, 2023 Termin 2: Rp52.402.700

Pengembangan Perpustakaan dan Pojok Baca 2024 Termin 1 & 2: masing-masing Rp90.000.000, 2023 Termin 1: Rp81.493.000, 2023 Termin 2: Rp80.000.000

Pelaksanaan Administrasi Kegiatan Sekolah/Satuan Pendidikan 2024 Termin 1: Rp119.218.725, 2024 Termin 2: Rp149.036.100, 2023 Termin 1: Rp101.561.155, 2023 Termin 2: Rp99.845.940

Dengan besaran dana seperti ini, seharusnya pembiayaan seperti map sampul rapor, kartu pelajar, buku layanan BK, buku panduan akademik, serta pengembangan kurikulum dan kegiatan sekolah lainnya sudah dapat dibiayai sepenuhnya dari dana BOS dan APBD, tanpa harus memungut iuran tambahan dari orang tua.

Melalui Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022, pemerintah pusat mengatur bahwa dana BOS dapat digunakan untuk Penyelenggaraan administrasi sekolah, termasuk pencetakan dokumen resmi seperti ijazah, rapor, dan dokumen lainnya.

Artinya, tak satu pun dari item yang dibebankan dalam pungutan Rp1,2 juta itu berada di luar cakupan dana BOS. Bahkan untuk AC dan langganan daya pun, anggarannya sudah tersedia dan tertera jelas dalam laporan penggunaan dana BOS.

Ucapan bahwa “Ekskul tidak berjalan” jika tidak ada dana pungutan, terdengar seperti retorika kering dan bentuk tekanan psikologis. Di era di mana pemerintah berupaya menggratiskan pendidikan, narasi semacam ini justru memperkuat stigma bahwa sekolah negeri bukanlah tempat yang bebas dari beban biaya.

Pengakuan pihak sekolah bahwa dana kini tengah dikembalikan memang patut diapresiasi. Namun, pengembalian bukan berarti penghapusan kesalahan. Publik bertanya jika tak disorot, apakah dana itu akan tetap dikembalikan?

Apa yang terjadi di SMAN 1 Tanjung Bintang adalah cerminan dari sistem pendidikan yang masih pincang. Di atas kertas, pendidikan digratiskan. Tapi di lapangan, rakyat tetap diminta membayar atas nama sumbangan. Lebih menyakitkan lagi, semua ini terjadi di sekolah yang mendapat limpahan dana miliaran rupiah.

Namun pelanggaran terhadap larangan pungutan hanyalah satu sisi dari persoalan. Menurut salah satu narasumber internal sekolah yang enggan disebutkan namanya, ada hal yang tak kalah mengkhawatirkan: dugaan ketidaksesuaian antara anggaran yang digelontorkan dengan kondisi di lapangan.

“Kalau kita lihat anggaran yang masuk tiap termin besar, terutama untuk sarana-prasarana, tapi secara kasat mata tidak ada perbaikan signifikan. Kelas tetap begitu-begitu saja, masih ada pelapon-pelapon jebol, pojok baca pun minim isi. Ini kan fenomena yang cukup aneh” ungkapnya.

Dengan total anggaran sarana-prasarana selama dua tahun mencapai lebih dari Rp593 juta, dan anggaran pengembangan perpustakaan nyaris Rp350 juta, publik wajar mempertanyakan ke mana sebenarnya dana itu mengalir?
Jika pendidikan adalah jalan menuju masa depan, maka kejujuran dalam mengelolanya adalah rambu pertama yang harus ditegakkan. (Red/Tim)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *